Malaysia Ancaman Terbesar Gaharu, Beranikah Kita?

Selasa, 28 September 2010

semakin berkibar, ancaman atau tantangan? (foto diambil dari googling)
semakin berkibar, ancaman atau tantangan? (foto diambil dari googling)
Masih ingat, kanHingar bingar genderang perang dan lengkingan terompet sangkakala ‘Ganyang Malaysia’? Perampok! Perampas!! Pencuri!! Saya sangat sepakat, dan pula ikut geram. Hufff, dasar Malingsia!!! 
Kasihan ya, kita!!

—————

“Bang, siapa yang biasa beli gaharunya?” suatu saat saya bertanya pada salah seorang pemburu gaharu di Tapaktuan – Aceh Selatan.

“Halah mas, sudah gaharu cendana pula…..” jawabnya sambil tertawa.

”Banyak kok mas, biasanya mereka hape (menelepon) saya, nanya apa ada barang…. Ada tuh yang dari Jawa, ada yang dari Pekan Baru,… tapi kebanyakan dari Malaysia….” lanjut si abang.

“Berapa per kilo, bang?”

“Wah, itu suka-suka mereka. Kan mereka yang tahu harganya.”

Selidik punya selidik, ternyata harga hasil gaharu di masyarakat sangat murah. Gaharu kualitas super, biasanya dibeli tidak lebih dari Rp 5 juta, padahal harga ekspornya bisa mencapai 40-an juta. Wow, berapa kali lipat, tuh, keuntungan pembelinya. (Baca nilai ekonomis gaharu di sini)

Pada tahun 2000, Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) mencatat bahwa ketersediaan pohon gaharu di Indonesi sudah di ambang kepunahan. Sumatera tinggal menyisakan 20%, Kalimantan 26 %, Papua 15%. Jelas, ini sangat mengancam ketersediaan pohon gaharu di alam dan kelestarian hutan. Bisa jadi, suatu saat hanya akan tinggal cerita, bahwa Indonesia pernah menjadi pengekspor gaharu terbesar!
tumpukan kayu gaharu hasil penebangan/perburuan di hutan
tumpukan kayu gaharu hasil penebangan/perburuan di hutan
Perburuan dan penebangan gaharu di hutan. Banyak terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Irian (Papua).
gaharu hasil perburuan di hutan, menanti lembaran rupiah
gaharu hasil perburuan di hutan, menanti lembaran rupiah
Hasil perburuan gaharu yang menanti para pembeli, dengan harga semau pembeli/pedagang.

Kita sepatutnya mengakui bahwa Malaysia sangat (lebih) cerdas atau mungkin cerdik!!! Bukan hanya berhenti sebagai pedagang gelap, namun telah menempuh langkah-langkah nyata dan taktis yaitu mempersiapkan peningkatan sumberdaya (pengetahuan) untuk proses pengembangan budidaya gaharu. Sebut saja FRIM ( Forest Resaerch Institute Malaysia) bersedia nyantrik (berguru) di beberapa pusat pengembangan Gaharu yang ada di Indonesia, Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, Riau dan Bogor. Banyak pula ahli dan pakar gaharu dari negri kita diboyong ke Malaysia!! Seminar-seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu banyak digelar (dengan menghadirkan pembicara/nara sumber gaharu dari negeri kita).
seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu di Malaysia
seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu di Malaysia
Banyak seminar dan pameran pengembangan budidaya gaharu, dengan nara sumber/pembicara dari Indonesia
salah satu kebun gaharu di Malaysia (foto diambil dari fb seorang kawan)
salah satu kebun gaharu di Malaysia (foto diambil dari fb seorang kawan)
Banyak kebun gaharu yang sudah banyak dikembangkan di Malaysia, banyak pula TKI yang menjadi tenaga buruh tanam sampai perawatannya.

“Nah, cukup jelas,kan, bentuk ancaman dari Malaysia? Bukan hanya sebagai penjarah gaharu dari hasil hutan, namun juga hendak menjarah ilmunya.
Apakah ancaman ini bisa diselesaikan dengan menggelar demo, membakar bendera sambil teriak-teriak “Ganyang Malaysia” di depan keduataan Malaysia, atau dengan digelarnya pertemuan-pertemuan diplomasi?”

Budidaya Gaharu
Budidaya menjadi satu-satunya jalan menyelamatkan kelestarian gaharu dan kerusakan hutan. Sebenarnya sudah ada beberpa daerah yang telah mengembang-budayakan gaharu, semisal Bangka, Pekan Baru, Riau, Jambi, beberapa daerah di Kalimantan, Bogor, Sragen, dan NTB.
Getah gaharu atau yang sering disedut resin/getah harum adalah zat imun fitaolexin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu untuk menangkal mikroba atau benda-benda asing yang masuk ke dalam pohon gaharu. Resin ini bekerja untuk melokasir kerusakan akibat serangan mikroba agar luka yang terjadi tidak meluas ke jaringan lain. Penumpakan resin inilah yang menyebabkan pohon gaharu menghasilkan gubal harum yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Secara alami, proses terbentuknya resin ini sangat sulit (jarang). Inokulasi (secara sengaja memasukkan agent mikroba) sangat diperlukan agar pohon gaharu bisa menghasilkan resin pembentuk gubal harum. Ada beberapa metode yang selama ini sudah dipakai oleh masyarakat secara tradisional, melukai dengan pasak kayu, memaku batang pohon, melumuri dengan oli bekas dan sebagaianya. Bahkan di Vietnam, ada banyak pohon gaharu yeng menghasilkan gubal gaharu setelah pohon tersebut terluka gara-gara peluru nyasar, ini juga terjadi di beberapa tempat di Aceh. Metode tradisional ini tidak bisa dipertanggungjawbkan secara ilmiah dan mempunyai tingkat kegagalan yang sangat tinggi, serta memerlukan waktu yang panjang. 

Badan Litbang Kehutanan mencermati hal ini dengan sangat bijak, Langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan penelitan yang dilakukan oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Upaya ini membuahkan hasil temuan., fusarium sp sebagai isolat pacu terbentuknya resin pada batang pohon gaharu. Penemuan ini menjadi kunci keberhasilanbudidaya gaharu. Inokulasi (penyuntikan) mempergunakan fusarium sp sudah dilakukan sebagai uji coba di beberapa tempat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga, serta Banten. Dengan proses inokulasi fusarium sp ini, dipastikan keberhasilannya mencapai 80%, artinya jika kita menginokulasi 10 batang gaharu, 8 batang dipastikan berhasil. Inokulasi bisa dilakukan pada batang gaharu yang setidaknya sudah memiliki diameter 15 cm (umur pohon sekitar 5 tahun). Setelah dua bulan dari penyuntikan (inokulasi), tanda-tanda terbentuknya resin harum ini sudah mulai nampak dengan adanya noktah-noktah hitam kecoklatan di batang gaharu. Panen bisa dilakukan 2 tahun dari masa penyuntikan/inokulasi.
Tahapan-tahapan inokulasi disajikan dalam beberapa foto yang diambil dari proses sosialisasi budidaya gaharu di Aceh Selatan.
genset dan sarana menuju lokasi
1. genset dan sarana menuju lokasi
bor listrik
2. bor listrik, sebagai alat "pelobang"
pengukuran lingkar dan diameter batang
3. pengukuran lingkar dan diameter batang
jarum suntik sebagai alat memasukkan inokulan
4. jarum suntik sebagai alat memasukkan inokulan
spiral tali, mempermudah jalur pengeboran
5. spiral tali, mempermudah jalur pengeboran
pengeboran, sedalam 1/3 diameter batang
6. pengeboran, sedalam 1/3 diameter batang
memasukkan inokulan ke dalam bekas bor
7. memasukkan inokulan ke dalam bekas bor
pengecekan keberhasilan, setelah 2 bulan
8. pengecekan keberhasilan, setelah 2 bulan
aroma harum sebagai bukti keberhasilan
9. aroma harum sebagai bukti keberhasilan
Inokulan PUSLITBANG Hutan ini sedang dalam proses penetapan hak paten sebagai hasil produksi Indonesia. Teknik produksi inokulan ini juga menjadi incaran Malaysia. “Saat ini Malaysia getol menguber teknologi rekayasa produksi gaharu temuan kami. Malaysia pernah mengirim direktur jenderal lingkungan dan pertanian ke P3HKA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam ) dan mereka meminta dapat mengadopsi temuan itu, tetapi kami tolak karena khawatir akan diklaim temuan mereka. Dibandingkan dengan penelitian India dan Thailand, menurut mereka, temuan dari Indonesia paling berhasil,” kata Erdy Santoso MS, Ketua Kelompok Peneliti Mikrobiologi Hutan dari P3HKA.
Nah loh, lagi-lagi Malaysia!!!

Upsribet ya,,,,harus inokulasi segala, inokulan dapat dari mana? Berapa harganya?”

Puslitbanghut Bogor, sangat menyambut jalinan kerjasama dan konsultasi budidaya gaharu sampai pada proses penyuntikan atau inokulasi. Penulis juga akan dengan senang hati menjalin diskusi untuk langkah-langkah praktisnya.

“Setelah panen, kemana kita akan menjualnya? “

Ada banyak pilihan, dijual kepada para tengkulak gelap (termasuk tengkulak Malaysia), atau akan melalui jalur yang resmi. Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) merupakan wadah pengusaha/pengeksport gaharu yang tentunya juga mempunyai standar harga selaras dengan satandar kualitasnya.

Hingga saat ini, Indonesia (kita) masih menjadi pengekspor gaharu terbesar di dunia. Singapura, Taiwan, Timur Tengah dan Perancis serta beberapa Negara Eropa lainnya merupakan Negara-negara tujuan eksport.
"Mari menanam pohon" (foto seorang sahabat/fb)
"Mari menanam pohon"
———————

Sang provokator kembali bertanya, “Apakah kita akan membiarkan Malaysia merampas dan menghancurkan sumberdaya alam (hutan) kita?

" Jayalah Gaharu, Jayalah Indonesiaku "
" Jayalah Gaharu, Jayalah Indonesiaku "

Saya Memang Provokator Gaharu! – Pembudidaya-lestarian Gaharu

Jumat, 24 September 2010

 bermain sambil mempersiapkan pembibitan
bermain sambil mempersiapkan pembibitan


Saya merasa cukup terkejut dan juga tersanjung saat artikel berjudul “Menanam Pohon Bergaji Rp. 37 Juta, Mau?” yang saya posting pada tanggal 21 September menuai banyak komentar dan tanda tanya. “Benar, tuh? Rp 37 Juta?” Ada satu komentar yang membuat saya tersenyum gemas,
“Ya…sama dengan provokator …mempengaruhi orang untuk menanam, tapi nggak ada bibit, ”(Pak Yayok, terima kasih, pak!)

“Memang benar! Saya provokator! Saya Tunas Gaharu Sang Provokator!”
————

bunga aquilaria malacensis, indah kan.....
bunga aquilaria malacensis, indah kan…..
Ada banyak jenis pohon gaharu, tercatat 26 jenis yang tumbuh tersebar di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Irian Jaya (Papua), Nusa Tenggara, Sulawesi dan juga Jawa. Semuanya bisa memberikan hasil yang bermanfaat dan menjadi sumber penghasilan karena harga minyaknya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, seperti yang saya ceritakan sebelumnya (di sini), gaharu terancam punah, dan untuk menyelamatkannya adalah dengan melakukan budidaya gaharu. Selain untuk menyelamatkan gaharu, budidaya ini juga untuk menyelamatkan hutan.
Bagaimana budidaya gaharu? Di mana bisa mendapatkan bibitnya? Bagimana menanamnya? Bisa tumbuh di lahan apa saja? Bagaimana merawatnya?

Pemilihan Jenis Gaharu
Idealisnya, semua jenis gaharu sebaiknya dikembang-budidayakan. Di lain sisi, tidak dipungkiri bahwa salah satu harapan dari budidaya gaharu adalah untuk mendapatkan hasil maksimal dari sisi ekonomi. Masing-masing jenis gaharu mempunyai karakteristik berbeda-beda, hal ini tidak memungkinkan saya mengurai satu-persatu. Ada dua jenis gaharu yang sangat potensial untuk dibudidayakan : genus Aquilaria spp dan genus Gyripnos.
buah dan biji gaharu, belum lengkap....
buah dan biji gaharu, belum lengkap….
Langkah yang tepat dalam menentukan pilihan jenis gaharu mana yang hendak dibudidayakan adalah dengan berkonsultasi pada dinas/departemen pertanian-perkebunan atau kehutanan. Kedua dinas dan departemen ini mempunyai informasi yang sangat banyak dan detail perihal gaharu. Mengapa hingga kini informasinya tidak tersebar?
“Nah, lho!!!! Tuh, kan! Ke mana, dong, bisa dapat informasinya?”
Dengan senang hati (semoga) ke dua dinas dan departemen ini akan memberikan informasinya.


Pembibitan
Ada 3 (tiga) cara untuk bisa mendapatkan bibit gaharu:
  1. Pembibitan secara generatif. Pembiakan bibit dengan cara menyemai biji gaharu. Biji gaharu bisa didapatkan dari indukan-indukan gaharu yang tumbuh, kemudian disemai dalam media tanah yang subur (campuran tanah dan pupuk organic).
  2. Pembibitan yang didapatkan dari cabutan/anakan. Di sekitaran pohon gaharu ada cukup banyak anakan gaharu yang tumbuh secara alami. Untuk melakukan pembibitan cukup dengan cara dicabut anakan-anakannya lalu dipindahkan ke dalam media tanah suburdimasukkan ke dalam pollybag.
  3. Pengadaan bibit secara vegetatif. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam pembibitan secara vegetatif ini : stek pucuk, cangkok dan kultur jaringan.
Cukup sederhana, saya rasa sebagian besar dari kita sudah cukup memahami ketiga teknik pembibitan di atas, terkecuali teknik kultur jaringan memang memerlukan peralatan laboratorium.
“Ribet, deh! Malas!”
“Segala sesuatu yang dianggap sulit duluan pasti jadinya malas, deh! Dicoba dulu bagaimana?”
Di Sumatera (Aceh, Medan, Palembang, Bengkulu, Lampung), Kalimantan (Pontianak, Sintang, Banjarmasin) dan di Jawa (Jogja, Magelang, Bogor, Cianjur, Semarang) sudah ada yang melakukan pembibitan.
“Di mana, tuh? Berapa harganya?”
“Sabar ya! Saya memang bukan bukan penjual bibit, namun bersedia diajak berdiskusi bagaimana langkah-langkah praktis dan sederhana untuk bisa mendapatkan bibit.
Biji, bisa dipanen pada indukan gaharu
Biji, bisa dipanen pada indukan gaharu
bibit anakan tumbuh subur di hutan
bibit anakan tumbuh subur di hutan
bibit gaharu di dalam media pollybag
bibit gaharu di dalam media pollybag






















Penanaman
Gaharu bisa tumbuh pada area ketinggian 0 – 2400 m dpl, disarankan tidak melebihi 1000 m dpl(bisa tumbuh, namun perkembangannya agak lambat). Pada lahan tanah berlempung, lempung berpasir dan berbatu serta liat remah, gaharu bisa tumbuh dengan baik, apalagi pada lahan-lahan subur. Sederhanya, jika pohon durian, nangka, rambutan, kelapa, mangga, karet, mahoni, jati, sengon (dan pohon-pohon sejenisnya) bisa tumbuh, gaharu dipastikan bisa tumbuh dengan baik.
Penanaman bisa dilakukan dengan pola tanam monokultur atau dengan sistem tumpangsari. Sistem polikultur (tumpangsari) lebih disarankan mengingat gaharu memiliki sifat semitoleranterhadap cahaya matahari (terutama saat pohon gaharu berumur 0 – 3 tahun).
Jarak tanam yang ideal adalah 3 x 3 m (1.000 pohon/ha), namun dapat juga 2.5 x 3 m sampai 2.5 x 5 m. Jika gaharu ditanam pada lahan yang sudah ditumbuhi tanaman lain, maka jarak tanam gaharu 3 m dari tanaman tersebut. Karena pohon gaharu ini tidak diambil kayunya sebagai bahan bangunan, maka sebenarya jarak tanam tidak menjadi keharusan. Ada beberapa petani justru menanam gaharu dalam jarak yang sangat rapat 2 x 1 m, hanya saja ini akan memerlukan pemupukan yang cukup dan rajin melakukan pemangkasan cabang.
Tahapan berikutnya adalah pembuatan lobang tanam 40 x 40 x 40 cm, dibiarkan minimal 1 minggu, agar lubang beraerasi dengan udara luar, kemudian kita masukkan tanah dan pupuk dasar (kompos) dengan perbandingan 3 : 1 sampai mencapai ¾ ukuran lubang. Setelah beberapa minggu (2 minggu) pohon gaharu siap untuk ditanam. Penanaman bibit gaharu sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan di pagi hari sampai jam 11.00, dan dapat dilanjutkan pada jam 16.00 sore harinya.


Perawatan Tanaman
Pemupukan dapat dilakukan 3 bulan sekali, namun dapat juga setiap 6 bulan dengan kompos (sangat disarankan mempergunakan pupuk organic). Penggunaan pupuk kimia seperti NPK dan majemuk dapat juga ditambahkan setiap 3 bulan dengan dosis rendah (5 gr/tanaman) setelah tanaman berumur 1 tahun, kemudian dosisnya bertambah sesuai dengan besarnya batang tanaman. Hama tanaman gaharu yang perlu diperhatikan adalah kutu putih yang hidup di permukaan daun bawah, bila kondisi lingkungan lembab. Pencegahan dilakukan dengan pemangkasan pohon pelindung agar gaharu terkena cahaya matahari diikuti dengan penyemprotan pestisida (sangat disarankan mempergunakan pestisida organic).
Pembersihan rumput dapat dilakukan 3 bulan sekali atau pada saat dipandang perlu. Pemangkasan cabang/ranting pohon dilakukan pada umur 3 sampai 5 tahun, dengan memotong cabang bagian bawah dan menyisakan 4 sampai 10 cabang atas. Pucuk tanaman dipangkas dan dipelihara cukup sekitar 5 m, sehingga memudahkan pekerjaan inokulasi gaharu. Inokulasi?
Inokulasi adalah salah satu teknik buatan agar terjadinya infeksi jamur fusarium sp sehingga membantu proses pembentukan resin/getah harum. Teknik inokulasi ini merupakan teknik hasil dari penelitian puslitbanghut Bogor. Hal-hal terkait dengan proses inokulasi ini, akan penulis sajikan pada tulisan berikutnya.
kebun gaharu...
kebun gaharu…
Sederhana, kan? Ini bisa dijadikan kegiatan di saat-saat libur atau akhir pekan…..Liburan dan akhir pekan kita akan menjadi lebih menyenangkan dan bermanfaat…


Nilai Ekonomi (sekedar me-refresh)
Apabila setiap pohonnya sekurangnya dihasilkan 0,6 kg gubal gaharu, 10 kg kemedangan dan 20 kg serbuk (serpih) gaharu dengan harga Rp 20 juta untuk kualitas Super, Rp 2 juta untuk kemedangan dan Rp 250 ribu untuk kualitas serbuk maka diperoleh nilai ekonomi Rp 37 juta per pohon setelah 5-7 tahun. Ini adalah perhitungan minimal, sesuai pengalaman, 1 batang gaharu bisa menghasilkan lebih dari 2 kg gubal, 20 kg kemendangan dan 20 kg serbuk.
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar, quota Indonesia 300 ton/tahun baru terpenuhi 10 %. Oleh karena peluang budidaya gaharu sangat prospektif.
_______________

Saya memang provokator! Saya ingin petani bisa bertani secara mandiri. Saya ingin alam menjadi selalu lestari.
Oh, ya, meski terlambat tetapi saya ingin mengucapkan “Selamat hari Tani Nasional!”.

hutan bukan warisan nenek moyang, tetapi titipan anak cucu,.....
hutan bukan warisan nenek moyang, tetapi titipan anak cucu,…..

Menanam Pohon Itu asyik, lho....

sambil bermain, membuat pembibitan

Ya, nanam pohon tuh asyik lho….. Bahkan bisa mencandu, seperti halnya bersurfing dan sharing ria di kompasiana ini. Ndak percaya? Buktikan saja……
Lho ngapa sih harus nanam pohon? Hmhm,,,saya rasa hampir semua dari kita sudah paham dah. Isu ‘menanam’ pohon bukan lagi isu di kalangan petani, pegiat konservasi atau pihak/dinas/departemen penanaman pohon (ups,,,ndak ada ya dinas atau departemen penanaman pohon….ya dah dinas/departemen kehutanan, pertanian dan perkebunan).
  1. Sebagai sumber air. Sudah jelas kan….dari kecil kita sudah mempunyai pemahaman akan hal ini.
  2. Pencegah longsor, erosi atau sejenisnya. Saya juga yakin jika kita semua sudah memahami hal ini.
  3. Pencegah banjir, ini juga erat sekali kaitannya dengan poin 1 dan 2, dan kita sudah paham ya…
  4. Sebagai plasma nuftah flora dan fauna, sederhananya sebagai sumber genetik bagi tumbuhan-tumbuhan lain dan juga satwa-satwa.
  5. Sebagai sumber pendapatan/kesejahteraan masyarakat. Nah ini saya rasa sudah banyak yang paham juga, setidaknya jika kita menanam pohon yang bisa juga diambil hasil panenannya semisal pala, coklat, durian, mangga, jeruk atau pun kayunya pastilah bisa mendatangkan penghasilan.
Masing-masing poin di atas sebenarnya penjabarannya bisa panjang dan lebar. Ndak usah capek-capek lah….dipahami secara sepintas saja kita sudah mempunyai gambaran untuk apa nanam pohon. Ndak susah kok…mudah, sederhana, simple, tidak rumit, tidak perlu keahlian khusus (tidak harus lulusan pertanian/kehutanan kok).
Lantas, kenapa ya nampaknya (sekali lagi nampaknya….) banyak dari kita tidak menanam pohon. Hmhm….bukan karena tidak paham akan manfaat dan tujuan nanam pohon atau malas ya…. Yakin dah, kita semua mempunyai pemahaman akan manfaatnya dan diantara kita tidak ada yang malas (ndak peduli atau sejenisnya).
  • “Sulit, ndak bisa, bukan basic pendidikan yang saya pelajari” itu kata beberapa temen saya. Padahal, seperti saya sampaikan di atas, menanam pohon itu tidak sulit, tidak rumit, menanam pohon itu simple, sederhana dan tidak harus kuliah di fakultas penanaman pohon. Mudah. Jika kesulitan, ada banyak pihak yang akan dengan senang hati membantu dan mengarahkan atau bahkan mendampingi.
  • “Ah, ndak punya lahan saya. Biarlah yang nanam yang ada lahan luas saja…” ini salah lain dari teman saya pernah bisik-bisik saat menghadiri temen-temen petani sedang menanam pohon gaharu di Tapaktuan (Aceh Selatan). Hmhm….saya rasa banyak sekali yang mempunyai pemikiran seperti ini. Padahal, untuk menanam pohon tidak harus memiliki lahan luas (halaman rumah, halaman kantor, pembatas pekarangan dll) dan juga tidak harus di lahan sendiri. Banyak lahan kosong, seperti tepi-tepi jalan, tepi-tepi sungai, tepi-tepi lapangan olah raga…atau di lahan-lahan yang selama ini dianggap sebagai lahan tidak produktive.  Atau bagi teman-teman yang (bisik-bisik ini ya…..) mempunyai dana sisa..bisa dilakukan dengan sewa lahan atau dengan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Jadi, tidak harus mempunyai lahan luas atau lahan sendiri kan??
  • “Ah malas, klo nanam pohon (maksudnya pohon jenis tanaman keras yang umurnya tahunan) kan panenannya lama….ndak sabar ah..” salah seorang petani sayuran pernah mengatakan hal ini. Tidak salah anggapan ini…tapi bukan berati hal ini bisa menjadi penghalang untuk menanam pohon. Waktu 3 tahun, 5 tahun atau 10 tahun mungkin akan terasa sangat lama, namun juga bisa “tidak berasa lama”. Ingat aja, sudah berapa lama kita bekerja, sudah berapa tahun kita lulus sma(u), berapa tahun sudah berkeluarga (bagi yang sudah), sudah berapa tahun kita ini dan ini….Tidak berasa kan? Ada yang sudah melewati 4 tahun, 6 tahun, bahkan ada yang sudah puluhan tahun. Atau, bagi temen-temen kompasianer,,,,sudah berapa lama kenal dan asyik di kompasiana….. Hmhm…..ndak berasa kan? Ternyata sudah sekian lama….
  • “Wah, saya sibuk banget ney,…tak ada waktu…..” sergah salah seorang kawan yang adalah seorang manajer sebuah perusahaan. Ya, ya…saya yakin kita semua mempunyai kesibukan yang sangat luar biasa. 24 jam sehari semalam dirasa sangat kurang…jika boleh menawar jadikanlah 36 jam atau lebih…… Kembali ini semua tergantung kita mengelola waktu. Untuk menanam pohon, kita tidak perlu waktu khusus, tidak perlu alokasi waktu istimewa. Bisa sebagai kegiatan saat liburan, akhir pekan. Pasti akan menyenangkan saat akhir pekan, kita mengajak anak-anak dan istri (hehehe…bagi yang sudah punya ya…atau ajak anak-anak dan istri teman juga booleh) ke kebun, bawa bekal secukupnya…sambil bersantai….kita tanam pohon. Atau bagi temen-temen penulis,,,,bisa sambil menggali inspirasi bisa diselingin dengan nanam pohon….
  • “Saya pengen sih….tapi ndak ada modal…..kebutuhan keluarga makin banyak nihhhh…” ini kata seorang kawan yang kebutulan seorang pegawai di sebuah instansi (PNS). Ya, kalau nanamnya dalam skala besar,,memang perlu modal cukup banyak. Tapi ini bisa disiasati kok, nanam sedikit demi sedikit…bertahap… Kita bisa manfaatkan moment-moment istimewa tertentu dengan ditandai nanam pohon, misalnya saat ulang tahun (ini bisa berlaku saat yang ultah kita sendiri atau anak, istri, pacar, orang tua dll)…nanam 5 batang pohon….saat naik kelas/lulus sekolah…nanam 5 batang pohon…..mengawali mahligai keluarga dengan nanam 5 batang pohon….saat selesai launching 1 buku diikuti nanam 5 batang pohon,,,saat akhir tahun/tahun baru nanam 5 batang pohon…. Wow,,,,,sudah berapa banyak tuh ya…. Soal bibit, mahal ndak ya? Ndak usah membeli bibit yang harganya mahal, yang murah-murah saja, atau sambil santai-santai mencoba bikin pembibitan sendiri dengan indikan tanaman yang kita sudah punya, ndak susah kok.
  • “Wahhh hasil dari pohon kan harganya rendah……rugi dah…” kata seorang peternak ayam potong. Nah ini dia, dalam menanam pohon kita perlu mengenal jenis pohon, karakternya dan tentunya nilai jualnya. Untuk jenis pohon dan karakternya, bisalah kita browsing-browsing di internet atau konsultasi pada pihak yang lebih memahami. ada banyak jenis tanaman baik yang diambil kayu maupun bukan kayunya yang mempunyai nilai jual yang sangat menggiurkan. Contoh salah satunya, gaharu…..dengan teknik budidaya yang tepat/benar….satu batang pohon yang berumur 7 atau 8 tahun bisa menghasilkan puluhan juta rupiah. Nah lho….itu sebtanag..kalau 5 batang? 10 batang? Hmhm,,,,,
Ups,,,kok jadi panjang lebar yak….. Intinya adalah, nanam pohon itu tidak rugi, nanam pohon itu untung, nanam pohon itu menyenangkan (apalagi disertai cinta,,,weh kok cinta pohon?), nanam pohon itu asyik….dan bisa mencandu seperti candu Kompasiana bagi kita…. sisi lain, kitaterlibat dalam menjaga kelestarian alam/lingkungan. Siapa sih yang ndak ingin terlibat?? Semua pasti ingin terlibat…iya kan??? siiip…..
Yuk..nanam pohon,,,,,


“Berbagi kasih bersama pepohonan”

Menanam Pohon Bergaji Rp. 37 Juta! Mau?

pondok di kebun gaharu, tapaktuan, aceh selatan


Sebelum saya masuk ke topik tulisan, saya ingin cerita dahulu sedikit tentang akun saya ini. Saya membuat akun untuk bisa akses Kompas.com sudah semenjak Maret 2009, namun belum tahu bahwa akun itu bisa juga untuk bersurfing dan ber-sharing ria di Kompasiana. Hingga beberapa hari yang lalu saya mencoba masuk ke Kompasiana atas desakan dan rayuan kakak. Katanya, “Asyik dan bisa mencandu!” Ternyata benar adanya dan sangat mendidik.

Saat saya muncul dengan id tunas gaharu, beberapa kawan mempertanyakannya, “Wah keren id kamu, itu nama kamu ya?” atau “Kenapa tunas gaharu, kok bukan tunas jati saja?”, ada juga yang bertanya “Kamu jualan bibit gaharu apa toke gaharu?” Hehehe….
Ini menjadi menarik sekali untuk saya karena pada akhirnya banya yang tertarik untuk bicara tentang gaharu. Saya bukanlah penjual bibit gaharu atau toke (juragan) gaharu. Saya juga bukan ahli di bidang gaharu. Pertanyaanya  balik lagi, “Kenapa pake id tunas gaharu, dong?!”
———-
Batang gaharu, diambil di Menggamat, kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan
Batang gaharu, diambil di Menggamat, kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan
Tsunami di penghujung tahun 2004 yang lalu menarik saya untuk mengenal dan bersahabat serta bersaudara dengan Aceh. Dalam kurun pergumulan dengan Aceh ini, saya sering “melenguh” menyaksikan kerusakan hutan di Aceh, dari Aceh Besar, Aceh Jaya hingga Aceh Selatan. Tidak pernah mencoba menyalahkan kerusakan-kerusakan tersebut ulah siapa. Yang menjadi pertanyaan saya adalah, “Saya bisa berbuat apa terhadap hal ini”.
Gaharu adalah pohon yang sangat kokoh, kuat dan rimbun. Nama keren gaharu adalah Agarwood, Aloewood atau Eaglewood dan merupakan salah satu tanaman/pohon yang tumbuh di daerah hutan hujan tropis. Di Indonesia, gaharu banyak tumbuh tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya serta beberapa daerah yang lain. Departemen Kehutanan, memasukkan gaharu dalam kategori tanaman Hutan Bukan Penghasil Kayu.
Di Aceh, gaharu dikenal dengan nama bak Alin (batang/pohon Alin). Sama seperti kebanyakan daerah lainnya di Indonesia, pohon ini sudah dikenal lama tetapi banyak yang belum memahami apa dan bagaimana pengelolaan hasil gaharu. Menurut cerita dari beberapa masyarakat di Aceh, masyarakat kebanyakan memanfaatkan gaharu hanya sebagai papan mal cor saat membangun rumah,Ini artinya kayu gaharu tidak dianggap sebagai kayu berkualitas untuk dimanfaatkan sebagai material bangunan. Di sisi lain ada sering masyarakat dari luar daerah Aceh yang datang dan melakukan perburuan gaharu ini. Cukup aneh memang, satu sisi dianggap sebagai pohon/kayu berkualitas rendah, sisi lain menjadi barang perburuan.
Gaharu Si Penghasil Aroma Wangi dan Harum
penampang kayu gaharu dengan resin/getahnya
penampang kayu gaharu dengan resin/getahnya
Mungkin masih banyak yang belum familiar dan bahkan belum tahu bahwa sebenarnya gaharu ini adalah penghasil aroma wangi dan harum. Biasa digunakan sebagai bahan dasar parfum, pengharum hiasan, bahan-bahan obat herbal (aroma therapy, khususnya untuk obat asma dan hepatitis) dan juga sebagai sarana peribadatan ritual keagamaan seperti di Cina dan India (hio atau dupa).
Proses pemilahan sampai hasil Gaharu
proses hasil pemilahan gaharu
Gambar a : proses hasil pemilahan gaharu
proses pengecekan batang hasil gaharu
Gambar b : proses pengecekan batang
produk yang dihasilkan dari gaharu
Gambar c : produk yang dihasilkan dari gaharu
Gambar a, merupakan proses pemilahan antara Gubal (kulaitas pertama), Kemedangan (kualitas kedua) dan kerikan (kualitas terendah), sementara gambar b merupakan proses pengecekan sebelum pemanenan, proses ini untuk melihat apakah pohon gaharu sudah menghasilkan gaharu yang harum/wangi aromanya. Gambar c merupakan beberapa produk yang dihasilakan dari gaharu. Gambar a dan b diperoleh dari gambar petani gaharu di Aceh Selatan, sementara gambar c didapat dari pencarian yang dipandu oleh mister google.
Tidak semua pohon gaharu bisa dipastikan menghasilkan aroma harum seperti gambar dan tulisan di atas. Pohon gaharu akan menghasilkan resin/getah  harum ini ketika pohon ini terinfeksi oleh salah satu jenis jamur. Puslitbanghut mengindentifikasikan jamur ini sebagai jamurfusarium sp. Ketika terjadi infeksi, ada proses perlawanan anti body pohon gaharu terhadup jamur yang mnginfeksinya, proses perlawanan in lah yang menyebabkan muncul resin/getah harum. Secara alami, tidak semua pohon bisa terinfeksi dengan sendirinya.
Ada beberapa kisah di Vietnam dan Aceh bahwa masyarakat menemukan batang pohon gaharu yang terkena peluru (sisa masa konflik), menyebabkan pohon terinfeksi dan menghasilkan resin/getah harum. Bukan pelurunya yang menyebabkan terbentuknya resin/getah harum, namun lobang bekas peluru ini yang menyebabkan ada jamur fusarium sp memasuki batang gaharu. Bisa gitu, ya?
Melestarikan dan Membudidayakan Gaharu
Mengingat penghasilan dari gaharu ini sangat menggairahkan, maka tidak heran jika dalam gaharu diburu dan sekarang ini terancam punah. Masyarakat menebang gaharu dan meninggalkan begitu saja bila tidak didapati resin/getah harum. Sangat menyedihkan sekali. Kondisi ini mengundang pihak komisi CTIES (Convention on International in Trade Endangered of Wild Fauna and Flora Species) menetapkan gaharu sebagai tanaman masuk dalam Apendix II CITES (sebagai kelompok yang harus dilindungi dari kepunahan).
Melihat kenyataan bahwa satu sisi gaharu mempunyai potensi yang sangat bagus dalam proses kelestarian alam/lingkungan/hutan dan juga meningkatkan pendapatan di bidang ekonomi masyarakat, maka satu-satunya jalan keluar adalah: melakukan budidaya gaharu.
Puslitbanghut Bogor sudah melakukan penelitian gaharu semenjak tahun 2000 dan sudah menemukan teknik budidaya gaharu yang dipastikan bisa menghasilkan gubal gaharu yang harum dan mempunyai nilai rupiah yang sangat tinggi. Teknologi ini adalah dengan melakukan penyuntikan/inokulasi terhadap batang gaharu budidaya dengan dimasukkan jamur fusarium sp. Proses inokulasi yang emnggunakan fusarium sp (buatan) ini dipastikan tingkat keberhasilannya sebesar 80%, artinya jika kita melakukan inokulasi sebanyak 10 batang, tingkat keberhasilannya sebesar 8 batang.
Analisa singkat usaha budidaya gaharu  yang dilakukan dengan teknik budidaya dan inokukasi yang tepat : Apabila setiap pohonnya sekurangnya dihasilkan 0,6 kg gubal gaharu, 10 kg kemedangan dan 20 kg serbuk (serpih) gaharu dengan harga Rp 20 juta untuk kualitas Super, Rp 2 juta untuk kemedangan dan Rp 250 ribu untuk kualitas serbuk maka diperoleh nilai ekonomi Rp 37.000.000  per pohon berumur setelah 6-8 tahun. Ini adalah perhitungan minimal, sesuai pengalaman, 1 batang gaharu bisa menghasilkan lebih dari 2 kg gubal, 20 kg kemendangan dan 20 kg serbuk.
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar, quota Indonesia yang 300 ton/tahun baru terpenuhi 10 %. Oleh karenanya, ini menjadikan peluang budidaya gaharu sangat prospektif, sekali dayung dua pulau terlampaui, sekali menanam pohon dua hal tercapai : konservasi dan peningkatan ekonomi.
Ayo, siapa mau nanam pohon dengan gaji Rp 37 juta? Itu  untuk setiap 1 batang pohon, lho! Bagaimana jika kita menanam 10 batang atau 100 batang? Berapa hasil yang bisa didapat? Kegiatan pelestarian hutan akan semakin mengasyikan
Lingkungan lestari, masyarakat sejahtera, kemiskinan bisa teratasi.
Saya berharap tulisan ini bisa menjawab mengapa saya memakai id tunas gaharu. Seru, kan?
Salam,
Tunas Gaharu